RSS Feed

Psikologi Manajemen - Leadership

Posted by Unknown Label:

PSIKOLOGI MANAJEMEN (SOFTSKILL)
LEADERSHIP




 


Di susun oleh:



Ade Nurestiana ( 10513147 )
Assilva Brena Zollyta ( 11513447 )
Elga Mutrika W. D ( 12513856 )
Indah Putri Rishaini ( 14513366 )


3PA08
Fakultas Psikologi

 Universitas Gunadarma

2015


BAB I

PENDAHULUAN

     

Dewasa ini Leadership ( kepimpinan ) dapat diartikan sebagai pemimpin atau pun ketua. leadership juga adalah seseorang yang biasanya disegani oleh orang sekitarnya, karena seorang leadership mempunyai kewenangan dan kekuasaan atas segala peraturan yang dibuat di ruang lingkupnya.  Leadershipjuga merupakan seseorang yang dapat mempengaruhi para anggotanya karena seorang leadership selalu dianggap benar.

Leadership yang baik juga bisa dikatakan leadership yang mampu menyimak pendapat anggotanya dengan seksama, menghargai setiap pendapat orang dan mampu bermusyawarah dengan baik. Seorang Leadership bisa mencerna setiap kata yang masuk di dalam pikirannya dengan memilah mana yang baik dan tidak baik untuk diterima. Sebelum masuk ke teori sebaiknya kita bisa memahami dulu arti kata Leaderhip ( Kepemimpinan ) itu sendiri dengan melihat pengertian dari beberapa ahli.




BAB II
TEORI





A.    Definisi Leadership

      Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Dimana seseorang punya pengaruh dalam satu kelompok untuk menggerakkan individu lain meraih tujuan bersama. Dengan demikian, pemimpin bukan saja orang yang memiliki sifat utama kepemimpinan, tetapi juga mampu mengaktualisasikannya.







B.     Teori Kepemimpinnan partisipatif



Menurut Hasibuan, Kepemimpinan Partisipatif, yaitu jika seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya dilakukan secara persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahanan. Pemimpin memotivasi para bawahan agar mereka serasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin, pemimpin adalah untuk bawahan, dan bawahan diminta untuk berpartisipasi dalam proses pengambiklan keputusan dengan memberikan informasi, saran-saran dan pertimbangan. Pemimpin menerapkan sistem manajemen terbuka (open management). Informasi dan kaderisasi mendapatkan perhatian yang serius.



1.      Teori X dan Y dari douglas mc gregor

McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).



Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer:

a. Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya.

b.Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.

c.Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.

d.Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.



Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut Teori Y:

a.Para pegawai  dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain.

b.Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan.

c.Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.

d.Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.



2.      Teori 4 sistem rensis likert



      Rensis Likert menyatakan adanya empat system manajemen yang utama yaitu :

Sistem 1 : Exploitatif-otoritatif
·         Pada sistem ini manajemen menggunakan rasa takut dan ancaman kepada bawahannya.
·         Pimpinan memutuskan segala persoalan tanpa meminta umpan balik dari bawahan.
·         Motivasi terbentuk karena adanya ancaman.
·         Komunikasi berlangsung dari atas ke bawah dengan sebagian besar keputusan diambil oleh pimpinan.
·         Rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang diinginkan hanya ada pada pimpinan sedangkan bawahan sama sekali tidak memiliki.
·         Atasan dan bawahan sedikit sekali melakukan komunikasi.
Sistem 2 : Benevolen-Otoritatif
·         Motivasi kerja terbentuk jika ada penghargaan dan hadiah (reward).
·         Informasi dapat mengalir dari bawah ke atas namun terbatas pada hal-hal yang didengar oleh atasan.
·         Pimpinan mengambil keputusan yang terkait dengan kebijakan tertentu namun mendelegasikan atau memberikan kewenangan kepada bawahan untuk mengambil jenis keputusan yang diinginkan.

·         Rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang diinginkan hanya ada pada pimpinan dan manajer tingkat menengah sedangkan bawahan sama sekali tidak memiliki.
Sistem 3 : Konsultatif
·         Pada system ini pimpinan berkonsultasi dengan karyawan atau bawahan namun pimpinan tetap memegang control perusahaan.
·         Pimpinan cukup memberikan kepercayaan pada bawahan walaupun belum sepenuhnya.
·         Komunikasi mengalir baik secara vertical maupun horizontal.
·         Rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang diinginkan sudah menjangkau manajer tingkat rendah.

Sistem 4 : Kelompok Partisipatif

·         Pimpinan memberikan peluang sepenuhnya kepada karyawan dalam proses pengambilan keputusan, dengan demikian terdapat kepercayaan besar kepada bawahan.
·         Motivasi terbentuk karena adanya penghargaan ekonomi berdasarkan tujuan yang ditentukan bersama.
·         Seluruh individu pada setiap tingkatan memiliki rasa tanggung jawab yang riil untuk mencapai tujuan organisasi.
·         Komunikasi berlangsung secara intensif dalam segala arah secara terbuka dan terus terang serta hubungan atasan bawahan yang dekat.
·         Pengambilan keputusan melalui proses dalam kelompok, dan masing-masing kelompok terhubung satu sama lain melalui individu yang menjadi anggota dari beberapa kelompok.



3.        Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum & Scmidt



Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.

Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.

· Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.” Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.

· Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.

· Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.

· Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.” Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.

· Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.

· Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.” Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.

· Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.



4. Modern Choice Approach to Participation (Vroom & Yetton) yang memuat decision tree



Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton:

Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.

Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :

· AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang ada.

· AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral

· CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.

· CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.

· GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.



5.Teori Kepemimpinan dari konsep Contingency theory of leadership dari Fiedler



Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.

Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus dipertimbangkan.

Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.

Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.

Fiedler menyimpulkan bahwa:

· Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.

· Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.



Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:

1) Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)

Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).

2) Struktur tugas (task structure)

Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.

3) Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)

Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).

Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.



6.Teori kepemimpinan dari konsep path goal theory

Salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal. Teori path-goal adalah suatu model kontingensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.

Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls.

Menurut teori path goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).

Model kepemimpinan path goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.

Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:

a.Fungsi Pertama yaitu memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagai mana cara kerja yang diperlukan dalam menyelesaikan tugasnya.

b.Fungsi Kedua yaitu meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.


Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut :



a.Kepemimpinan pengarah (directive leadership) Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.

b.Kepemimpinan pendukung (supportive leadership) Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.

c.Kepemimpinan partisipatif (participative leadership) Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

d.Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.



Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.



      Beberapa teori kepemimpinan menurut para tokoh, yaitu :

1.Menurut H. Gerth & C.W. Mills kepemimpinan dalam arti luas adalah suatu hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin dalam mana pemimpin lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi, disebabkan karena pemimpin menghendaki yang dipimpin berbuat seperti dia dan tidak berbuat lain yang diinginkan sendiri.

2.Menurut N. Copeland Kepemimpinan adalah seni perlakuan terhadap manusia. Ini adalah seni mempengaruhi sejumlah orang dengan persuasi atau dengan teladan untuk mengikuti serangkaian tindakan.

3.Menurut Yukl (2005) kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan suatu organisasi.

4.Menurut Nawawi dan Hadari (2006) kepemimpinan adalah kemampuan atau kecerdasan yang mendorong sejumlah orang agar bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan yang terarah pada tujuan bersama.



KESIMPULAN

     



      Kepemimpinan (leadership) adalah perilaku seorang individu  yang mempimpin suatu kelompok upaya mencapai sebuah tujuan yang berada di dalam organisasi. Kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.







 





DAFTAR PUSTAKA







Alfian, M. Alfan. (2009). Menjadi pemimpin politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ismainar, H. (2015). Manajemen unit kerja. Yogyakarta: Deepublish.


http://meylitapayuningtias.blogspot.co.id/2015/11/kepemimpinanleadership.html

Putong.I & Soekarso.2015.Kepemimpinan(kajian teoritis dan praktis)

Purwanto.2006.Komunikasi Bisnis.Surakarta:Erlangga

Sarwono, Sarlito W. (2005). Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.

Griffin,Ricky W.(2004).Manajemen jilid 1 edisi 7.Jakarta : Erlangga

0 komentar:

Posting Komentar