PSIKOLOGI MANAJEMEN (SOFTSKILL)
LEADERSHIP
Di susun oleh:
Ade
Nurestiana ( 10513147 )
Assilva Brena Zollyta ( 11513447 )
Elga Mutrika W. D ( 12513856 )
Indah Putri Rishaini ( 14513366 )
Assilva Brena Zollyta ( 11513447 )
Elga Mutrika W. D ( 12513856 )
Indah Putri Rishaini ( 14513366 )
3PA08
Fakultas Psikologi
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa
ini Leadership ( kepimpinan ) dapat diartikan sebagai pemimpin
atau pun ketua. leadership juga adalah seseorang yang biasanya
disegani oleh orang sekitarnya, karena seorang leadership mempunyai
kewenangan dan kekuasaan atas segala peraturan yang dibuat di ruang
lingkupnya. Leadershipjuga merupakan seseorang yang dapat
mempengaruhi para anggotanya karena seorang leadership selalu dianggap benar.
Leadership yang
baik juga bisa dikatakan leadership yang mampu menyimak pendapat anggotanya
dengan seksama, menghargai setiap pendapat orang dan mampu bermusyawarah dengan
baik. Seorang Leadership bisa mencerna setiap kata yang masuk
di dalam pikirannya dengan memilah mana yang baik dan tidak baik untuk
diterima. Sebelum masuk ke teori sebaiknya kita bisa memahami dulu arti
kata Leaderhip ( Kepemimpinan ) itu sendiri dengan melihat
pengertian dari beberapa ahli.
BAB
II
TEORI
A.
Definisi
Leadership
Kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk
melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Dimana seseorang punya pengaruh dalam satu kelompok untuk menggerakkan individu
lain meraih tujuan bersama. Dengan demikian, pemimpin bukan saja orang yang
memiliki sifat utama kepemimpinan, tetapi juga mampu mengaktualisasikannya.
B.
Teori
Kepemimpinnan partisipatif
Menurut Hasibuan, Kepemimpinan
Partisipatif, yaitu jika seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya
dilakukan secara persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan
loyalitas dan partisipasi bawahanan. Pemimpin memotivasi para bawahan agar
mereka serasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin, pemimpin adalah
untuk bawahan, dan bawahan diminta untuk berpartisipasi dalam proses
pengambiklan keputusan dengan memberikan informasi, saran-saran dan
pertimbangan. Pemimpin menerapkan sistem manajemen terbuka (open management).
Informasi dan kaderisasi mendapatkan perhatian yang serius.
1.
Teori X dan Y dari douglas mc gregor
McGregor menyimpulkan bahwa
pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi
tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi
tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).
Di bawah Teori X ada empat asumsi
yang dianut oleh para manajer:
a. Pegawai
tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya.
b.Karena
pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras,
dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
c.Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan
mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab
tersebut.
d.Kebanyakan
pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan
pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Kebalikan dari pandangan yang
negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut
Teori Y:
a.Para pegawai
dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya
istirahat dan bermain.
b.Manusia dapat
mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan.
c.Rata-rata orang
dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
d.Kreativitas – yaitu
kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi
pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.
2.
Teori 4 sistem rensis likert
Rensis
Likert menyatakan adanya empat system manajemen yang utama yaitu :
Sistem 1 :
Exploitatif-otoritatif
|
·
Pada sistem
ini manajemen menggunakan rasa takut dan ancaman kepada bawahannya.
|
·
Pimpinan
memutuskan segala persoalan tanpa meminta umpan balik dari bawahan.
|
|
·
Motivasi
terbentuk karena adanya ancaman.
|
|
·
Komunikasi
berlangsung dari atas ke bawah dengan sebagian besar keputusan diambil oleh
pimpinan.
|
|
·
Rasa
tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang diinginkan hanya ada pada pimpinan
sedangkan bawahan sama sekali tidak memiliki.
|
|
·
Atasan dan
bawahan sedikit sekali melakukan komunikasi.
|
|
Sistem 2 :
Benevolen-Otoritatif
|
·
Motivasi
kerja terbentuk jika ada penghargaan dan hadiah (reward).
|
·
Informasi
dapat mengalir dari bawah ke atas namun terbatas pada hal-hal yang didengar
oleh atasan.
|
|
·
Pimpinan
mengambil keputusan yang terkait dengan kebijakan tertentu namun
mendelegasikan atau memberikan kewenangan kepada bawahan untuk mengambil
jenis keputusan yang diinginkan.
|
|
·
Rasa
tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang diinginkan hanya ada pada pimpinan
dan manajer tingkat menengah sedangkan bawahan sama sekali tidak memiliki.
|
|
Sistem 3 :
Konsultatif
|
·
Pada system
ini pimpinan berkonsultasi dengan karyawan atau bawahan namun pimpinan tetap
memegang control perusahaan.
|
·
Pimpinan
cukup memberikan kepercayaan pada bawahan walaupun belum sepenuhnya.
|
|
·
Komunikasi
mengalir baik secara vertical maupun horizontal.
|
|
·
Rasa
tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang diinginkan sudah menjangkau manajer
tingkat rendah.
|
|
Sistem 4 :
Kelompok Partisipatif
|
·
Pimpinan
memberikan peluang sepenuhnya kepada karyawan dalam proses pengambilan
keputusan, dengan demikian terdapat kepercayaan besar kepada bawahan.
|
·
Motivasi
terbentuk karena adanya penghargaan ekonomi berdasarkan tujuan yang
ditentukan bersama.
|
|
·
Seluruh
individu pada setiap tingkatan memiliki rasa tanggung jawab yang riil untuk
mencapai tujuan organisasi.
|
|
·
Komunikasi
berlangsung secara intensif dalam segala arah secara terbuka dan terus terang
serta hubungan atasan bawahan yang dekat.
|
|
·
Pengambilan
keputusan melalui proses dalam kelompok, dan masing-masing kelompok terhubung
satu sama lain melalui individu yang menjadi anggota dari beberapa kelompok.
|
3.
Theory of
Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum & Scmidt
Tujuh
“pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola
kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip
dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan
proses pengambilan keputusan.
Demokrasi
(hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan
wewenang oleh bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang
ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin.Perhatikan bahwa sebagai
penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan
wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
· Kepemimpinan Pola
1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh
superior.” Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan
seberapa sering untuk bertemu.
· Kepemimpinan Pola
2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat
keputusan.” Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi
setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang
terbaik.
· Kepemimpinan Pola
3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin
membuat keputusan.” Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari
baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
· Kepemimpinan Pola
4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat
berubah oleh kelompok.” Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu
akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang
mungkin lebih baik.
· Kepemimpinan Pola
5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.” Contoh: Pemimpin
tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk
pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki
pertanyaan.
· Kepemimpinan Pola
6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa
keputusan yang benar.” Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa
mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim
bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
· Kepemimpinan Pola
7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.” Contoh: Pemimpin
memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak,
dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
4. Modern Choice Approach to Participation (Vroom &
Yetton) yang memuat decision tree
Konsep Decision
Tree of Leadership dari Vroom & Yetton:
Salah
satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena
keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd
para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin
adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan
tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan
lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu
membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja,
mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.
Normative Theory
dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
· AI (Autocratic) :
Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan
informasi yang ada.
· AII (Autocratic) :
Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah
membuat keputusan unilateral
· CI (Consultative) :
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun
setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
· CII (Consultative)
: Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam
rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
· GII (Group
Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok
dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
5.Teori Kepemimpinan dari konsep Contingency theory of
leadership dari Fiedler
Kepemimpinan
tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin
mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan
situasi-situasi yg spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang
dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa
tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik.
Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin
akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan
kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang
dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency
Approach. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku
pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas
kepemimpinan. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin
kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal
yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi.
Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut
harus dipertimbangkan.
Fiedler
memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan
orientasi pada tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC,
yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan
orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para
pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC
apabila kontrol situasinya moderat.
Fiedler menyimpulkan
bahwa:
· Pemimpin dengan
skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil
paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat
tidak menguntungkan pemimpin.
· Pemimpin dengan
skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk
berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan
keuntungannya.
Sebagai
landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi /
lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
1) Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan
(Position power)
Kekuasaan atas
dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari
tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power).
Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota
kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai
seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan
organisasi (organizational authority).
2) Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini
Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan
orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi
di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila
tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan
lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas
pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu
tidak jelas atau kabur.
3) Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya
(Leader-member relations)
Dalam dimensi ini
Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin.
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan
secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok
suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik
antara pemimpin-anggota).
Berdasarkan ketiga
variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda
derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan
yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik,
struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak
menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik,
struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.
6.Teori kepemimpinan dari konsep path goal theory
Salah
satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal. Teori path-goal
adalah suatu model kontingensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert
House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang
kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan
motivasi.
Dasar
dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya
dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya
yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau
organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan
bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari
awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran
disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls.
Menurut
teori path goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada
tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu
atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1)
membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif,
dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan
dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House
mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader,
supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader.
Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi
bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path goal mengimplikasikan bahwa
pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang
bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model
kepemimpinan path goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai
situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi
mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya.
Teorinya disebut sebagai path goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan
mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri,
dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model
path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
a.Fungsi Pertama
yaitu memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu
bawahannya dalam memahami bagai mana cara kerja yang diperlukan dalam
menyelesaikan tugasnya.
b.Fungsi Kedua yaitu
meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan
perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk
membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya
kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model
path-goal sebagai berikut :
a.Kepemimpinan
pengarah (directive leadership) Pemimpinan
memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan.
b.Kepemimpinan
pendukung (supportive leadership) Pemimpin
bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga
memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka,
status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.
Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap
kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
c.Kepemimpinan
partisipatif (participative leadership) Pemimpin
partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide
mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat
meningkatkan motivasi kerja bawahan.
d.Kepemimpinan
berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Gaya
kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari
pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Dengan
menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan
faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha
untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan
motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan
tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang
efektif.
Beberapa
teori kepemimpinan menurut para tokoh, yaitu :
1.Menurut H. Gerth & C.W. Mills kepemimpinan dalam arti luas
adalah suatu hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin dalam mana pemimpin
lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi, disebabkan karena pemimpin
menghendaki yang dipimpin berbuat seperti dia dan tidak berbuat lain yang diinginkan
sendiri.
2.Menurut N. Copeland Kepemimpinan adalah seni perlakuan terhadap
manusia. Ini adalah seni mempengaruhi sejumlah orang dengan persuasi atau
dengan teladan untuk mengikuti serangkaian tindakan.
3.Menurut Yukl (2005) kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk
mempengaruhi, memotivasi dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya
demi efektivitas dan keberhasilan suatu organisasi.
4.Menurut Nawawi dan Hadari (2006) kepemimpinan adalah kemampuan atau
kecerdasan yang mendorong sejumlah orang agar bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan
yang terarah pada tujuan bersama.
KESIMPULAN
Kepemimpinan (leadership)
adalah perilaku seorang individu yang mempimpin suatu kelompok
upaya mencapai sebuah tujuan yang berada di dalam organisasi. Kepemimpinan
adalah mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju tentang apa yang perlu
dikerjakan dan bagaimana tugas itu dapat dilakukan secara efektif, dan proses
memfasilitasi usaha individu dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, M. Alfan.
(2009). Menjadi pemimpin politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ismainar, H. (2015). Manajemen unit kerja. Yogyakarta:
Deepublish.
http://meylitapayuningtias.blogspot.co.id/2015/11/kepemimpinanleadership.html
Putong.I & Soekarso.2015.Kepemimpinan(kajian teoritis dan praktis)
Purwanto.2006.Komunikasi
Bisnis.Surakarta:Erlangga
Sarwono,
Sarlito W. (2005). Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).
Balai Pustaka, Jakarta.
Griffin,Ricky
W.(2004).Manajemen jilid 1 edisi 7.Jakarta : Erlangga
0 komentar:
Posting Komentar